Laga yang mempertemukan Timnas Indonesia dengan Timnas China menjadi sorotan tajam dunia sepak bola Asia. Dalam pertandingan penuh gengsi tersebut, Indonesia sukses menunjukkan dominasinya dan menggilas China dengan skor meyakinkan.
Kemenangan ini disambut hangat oleh publik Tanah Air, namun di sisi lain, kekalahan tersebut justru memicu badai kritik terhadap skuat Negeri Tirai Bambu.
Usai pertandingan, media sosial China dibanjiri komentar pedas. Kata-kata seperti “memalukan”, “krisis mental juara”, hingga “ini bukan tim nasional, ini tim amatir” mendominasi platform seperti Weibo dan Douyin. Tagar-tagar seperti #TimnasChinaMalu dan #KalahLagi kembali menjadi trending, menandakan betapa besar kekecewaan publik terhadap performa timnas mereka.
Tak hanya netizen, media olahraga di China juga tak segan mengkritik performa anak asuh pelatih saat ini. Harian olahraga Titan Sports menulis bahwa “Timnas China kehilangan arah dan mentalitas juara.” Beberapa kolumnis bahkan menyarankan agar dilakukan reformasi total dalam sistem pelatihan dan pembinaan pemain muda.
Kekalahan dari Indonesia dianggap sebagai puncak gunung es dari masalah yang telah lama menghantui sepak bola China: kurangnya regenerasi pemain berbakat, keputusan manajemen yang tak tepat, dan minimnya filosofi permainan yang konsisten. Meskipun sudah berinvestasi besar dalam infrastruktur dan pelatih asing, hasilnya masih jauh dari harapan.
Sementara itu, pujian mengalir deras untuk Timnas Indonesia yang tampil solid, penuh semangat, dan tak gentar menghadapi lawan yang secara peringkat lebih tinggi. Strategi permainan yang disiplin dan kerja sama tim yang apik menjadi kunci kemenangan Garuda.
Dengan tekanan dari publik dan media, Federasi Sepak Bola China (CFA) dipaksa mengambil tindakan. Isu pemecatan pelatih, evaluasi pemain senior, dan perombakan struktur manajemen kini jadi pembahasan hangat. Banyak pihak mendesak agar sepak bola China berhenti sekadar “mengejar hasil instan” dan mulai membangun fondasi yang kuat dari bawah.